Menurut CBD-UNEP alien invasiv atau Invasive Alien Species (IAS) merupakan spesies yang diintroduksi
baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari luar habitat alaminya pada
tingkat spesies, subspesies, varietas dan bangsa, meliputi organisme utuh,
bagian-bagian tubuh, gamet, benih, telur maupun propagul yang mampu hidup dan
bereproduksi pada habitat barunya yang kemudian menjadi ancaman bagi
biodiversitas, ekosistem, pertanian, sosial ekonomi maupun kesehatan manusia,
pada tingkat ekosistem, individu maupun genetik (spesies impor).
Spesies asli adalah spesies yang telah menjadi bagian
suatu ekosistem secara alami dan mengalami proses adaptasi yang telah
berlangsung lama. Sedangkan spesies asing/alien adalah spesies yang dibawa atau
terbawa masuk ke suatu ekosistem secara tidak alami. Spesies invasif merupakan
spesies asli maupun bukan yang dapat mempengaruhi habitat, dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan membahayakan manusia. Spesies asing
tidak selalu invasif, spesies invasif belum tentu berasal dari luar atau asing.
Sedangkan IAS Invasive Alien Species merupakan
kombinasi dari spesies asing dan spesies invasif.
Faktor utama terjadinya introduksi IAS disinyalir
dipengaruhi oleh perdagangan dan perjalanan internasional, namun data mengenai
jalur masuk IAS belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa spesies asing yang
diintroduksikan selama puluhan tahun tidak menjadi invasif, hal ini membuktikan
bahwa laju pemapaman (establishment) spesies asing bervariasi. Hal-hal yang
dapat mempengaruhi sifat invasif anatara
lain adanya perubahan dalam spesies asing itu sendiri, perubahan jalur pengangkutan
(waktu pengangkutan yang lebih pendek memberikan peluang hidup yang lebih baik bagi spesies tertentu),
perubahan iklim, serta perubahan perilaku manusia pada wilayah introduksi, dan
sebagainya. Percepatan pemapaman spesies asing menunjukkan bahwa introduksi
yang tidak disengaja masih merupakan faktor penting dalam perkembangan IAS.
Sebagian besar spesies tanaman dan hewan diintroduksikan
secara sengaja untuk berbagai keperluan
misalnya sebagai tanaman hias, hewan sirkus atau kebun binatang, burung
piaraan, dan ikan hias atau pemancingan. Sedangkan di sisi lain introduksi
invertebrata (termasuk organisme laut) dan mikroba, umumnya terjadi secara
tidak disengaja, menempel pada spesies lain yang sengaja diintroduksikan. Gulma
seringkali terbawa sebagai pengotor pada biji-bijian yang diimpor, sedangkan
tanaman hias yang kemudian menjadi gulma awalnya diintroduksikan secara sengaja
untuk hiasan. Stabilisasi tanah, kayu bakar, dan sebagainya, bahkan kadang
terbawa secara tidak sengaja dalam program bantuan kemanusiaan ataupun
perdagangan. Sebagai contoh 13 spesies gulma yang dinyatakan berbahaya di
Polinesia Perancis, awalnya merupakan spesies-spesies yang sengaja
diintroduksikan sebagai tanaman hias dan keperluan lainnya.
Di samping jalur tradisional seperti pintu-pintu masuk
barang dagangan di pelabuhan, beberapa jalur perlu diwaspadai sebagai jalur
masuk IAS. Namun belum ada kesepakatan internasional mengenai hal-hal berikut
ini (CBD Subsidiary Body on Scientific and Technological Advice, 2005):
1.
Alat AngkutAlat angkut dapat membawa
IAS atau dapat menjadi tumpangannya. Alat pengangkuta seperti kapal laut,
ferry, kayu gelondongan, perlatan mesin, dan sebagainya perlu diwaspadai 2. Aquaculture/Mariculture
Introduksi hewan air eksotik dari wilayah lain dapat menjadi IAS di habitat yang baru atau menjadi pembawa IAS yang membahayakan spesies lokal.
3. Ballast Water
Ballast water aalah air yang dibawa dalam lambung kapal laut untuk membantu kestabilan kapal selama berlayar. Volume ballast water dapat mencapai puluhan ribu ton bergantung pada ukuran kapal. Potensi dari ballast water dalam membawa IAS patut diperhitungkan. Apalagi sampai saat ini belum ada peraturan internasional mengenai pengendalian dan pengelolaan ballast water untuk melindungi dan meminimalkan resiko masuknya IAS.
4. Alat transportasi udara
Pesawat terbang sangat berpeluang untuk membawa IAS melalui barang-barang yang dibawa oleh para penumpang.
5. Bantuan militer
Bantuan militer dapat menjadi pembawa IAS dari suatu wilayah ke wilayah lainnya melalui peralatan, perlengkapan pasukan, dan sebagainya. Sampai saat ini tidak ada peraturan yang mengharuskan dilakukannya inspeksi terhadap peralatan militer, personil pasukan dan perlengkapan yang dibawanya.
6. Bantuan internasional
Bantuan kemanusiaan internasional sangat berpeluang membawa IAS melalui kendaraan, peralatan khusus (pertanian, kesehatan, dan sebagainya), dan makanan. Pengawasan IAS melalui jalur ini belum diatur.
7. Penelitian
Pertukaran materi penelitian untuk kegiatan ilmiah sangat memungkinkan terbawa IAS. Misalnya pertukaran materi genetik tanaman, spesimen biologi, koleksi klutur mikroba, alat laboratorium, dan pembungkusnya.
8. Pariwisata
Turis mancanegara dan domestik dapat menjadi pembawa IAS secara sengaja maupun tidak sengaja melalui barang-barang souvenir maupun sebagai kontaminan pada baju, sepatu, tas dan peralatan pribadi lainnya.
9. Hewan peliharaan dan tanaman hias
Perdagangan spesies hewan peliharaan dan tanaman hias dapat membawa IAS.
10. Agen hayati
Agen hayati yang diitroduksikan dari wilayah lain dapat menjadi pembawa IAS. Oleh karena itu sebelum digunakan secara massal, agen hayati harus melalui evaluasi kelayakan terhadap keamanannya baik pada tanaman, serangga berguna, hewan, spesies berguna lokal lainnya, dan manusia.
11. Program penangkaran hewan secara ex-situ
Pertukaran spesies hewan untuk penangkaran, kebun bianatang dan sarana berburu dari luar negeri perlu diwaspadai kemungkinannya menjadi IAS atatupun membawa IAS.
Invasi IAS merupakan ancaman
utama terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati, serta dapat menimbulkan
biaya tinggi pada kegiatan pertanian, kehutanan, perikanan, dan usaha lainnya,
termasuk pada kesehatan manusia. Pengaruh IAS terhadap spesies lokal dan
ekosistem sangat beragam dan biasanya bersifat tetap (irreversible). Dampak
invasi IAS terkadang sangat besar. Hambatan alam seperti lautan, pegunungan,
sungai dan gurun mampu ditembus akibat terjadinya percepatan kegiatan
perdagangan dan perjalanan manusia. Spesies-spesies yang diintoduksikan
seringkali menjadi pemangsa, mengalahkan pertumbuhan, menginfeksi atau menjadi
vektor penyakit, berkompetisi, menyerang, bahkan berhibridisasi dengan spesies
lokal. Spesies-spesies asing tersebut dapat mengubah ekosistem secara
keseluruhan dengan cara mengubah sistem hidrologi, siklus hara, dan
proses-proses lainnya yang terjadi di dalam ekosistem. Seringkali, spesies
asing yang mengancam keanekaragaman hayati juga dapat mengakibatkan kehancuran
industri yang berbasis sumberdaya alam. Spesies-spesies seperti kerang zebra (Dreissena Polymorpha), tembelekan (Lantana Camara), tanaman merambat kudzu
(Pueraria montana var. lobata), lada
Brasil (Schinus Terebinthifolius),
dan tikus (Rattus Rattus) diketahui
sebagai penyebab terjadinya malapetaka ekologi dan ekonomi. Secara taksonomi,
IAS sangat beragam, meskipun spesies-spesies pada kelompok taksonomi tertentu
(mamalia, tumbuhan, dan serangga) merupakan kelompok IAS yang merusak. Ribuan
spesies telah punah atau terancam oleh kehadiran IAS baik yang berada di
kepulauan maupun benua. Banyak sekali ekosistem lokal yang hilang akibat IAS.
IAS
dapat menyebabkan kerugian yang nyata secara ekonomi (misalnya biaya yang harus
dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pencegahan, pengendalian, kehilangan produksi,
dan seterusnya). Gulma merupakan salah satu kelompok IAS yang telah menyebabkan
kehilangan hasil pertanian setidaknya 25% dan juga mengakibatkan penurunan
kualitas daerah tangkapan ikan pada ekosistem laut dan perairan darat. Di
negara-negara Afrika, kerugian akibat gulma eceng gondok (Eichornia crassipes) yang telah mencemari perairan dan sawah
diperkirakan mencapai 60 juta dollar Amerika Serikat (AS). Biaya yang
dikeluarkan oleh AS dalam menangani IAS gulma mencapai 137 milyar dollar AS per
tahun. Contoh lainnya adalah keong emas (golden apple snail, Pomacea
canaliculata) yang telah menyebabkan kerugian hampir 1 milyar dollar AS untuk
biaya pengendalian dan kehilangan produksi padi di Filipina. Impor ternak dan
hasil hutan seringkali juga membawa hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan kehilangan
hasil pertanian yang nyata pada negara importir.
IAS dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan termasuk terjadinya fragmentasi habitat, serta perubahan iklim global. Tidak semua spesies asing tergolong berbahaya. Pada banyak tempat, tanaman pertanian dan ternak berasal tempat lain (diintroduksikan secara sengaja). Banyak hutan produksi dan industri perikanan yang berbasis pada spesies yang diintoduksikan. Introduksi agens pengendali hayati (APH) untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, juga seringkali cukup berhasil dan dapat mengurangi pemakaian pestisida dan menekan kerugian hasil secara nyata. Namun perlu kita disadari juga bahwa banyak spesies hama dan penyakit yang awalnya sengaja dintroduksikan karena dianggap menguntungkan. Banyak varietas tanaman hortikultura dan hewan eksotis yang telah menjadi invasif dan merusak.
IAS dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan termasuk terjadinya fragmentasi habitat, serta perubahan iklim global. Tidak semua spesies asing tergolong berbahaya. Pada banyak tempat, tanaman pertanian dan ternak berasal tempat lain (diintroduksikan secara sengaja). Banyak hutan produksi dan industri perikanan yang berbasis pada spesies yang diintoduksikan. Introduksi agens pengendali hayati (APH) untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, juga seringkali cukup berhasil dan dapat mengurangi pemakaian pestisida dan menekan kerugian hasil secara nyata. Namun perlu kita disadari juga bahwa banyak spesies hama dan penyakit yang awalnya sengaja dintroduksikan karena dianggap menguntungkan. Banyak varietas tanaman hortikultura dan hewan eksotis yang telah menjadi invasif dan merusak.
contoh IAS:
|
ikan
buntal
|
20130
|
||||
|
Ikan
cupang
|
39937
|
||||
|
Rivina
humilis L.
|
9003
|
||||
|
Acacia
nilotica (L.) Willd. Ex Delile
|
Mimosaceae
|
15890
|
|||
|
Agropyron
repens ( L. ) P.Beauv.
|
16314
|
||||
|
Asphodelus
fistulosus L.
|
101824
|
||||
|
Asphodelus
tenuifolius Cav.
|
8829
|
||||
|
Asystasia
gangetica (L.) T. Anderson subsp. micrantha (Nees)
|
Acanthaceae
|
20366
|
|||
|
Austroeupatorium
inulifolium (Kunth) R. M. King & H. Rob
|
Asteraceae/Compositae
|
19901
|
|||
|
Bartlettina
sordida (Less.) RM King and H Rob.
|
Asteraceae/Compositae
|
19833
|
|||
|
Cecropia
peltata L.
|
Cecropiaceae
|
8563
|
|||
|
Chromolaena
odorata (L.) R.M. King & H. Robinson
|
Asteraceae/Compositae
|
12397
|
|||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar