Pagi ini serasa berbeda. Pagi yang sejuk, angin lembut menyapa, orang hilir mudik dengan tenang, cahaya matahari di Surabaya bersahabat tak semenyengat seperti biasa, Jum'at bersemangat. Di tempat yang berbeda dengan tujuan sama, Allah tujuan kita.
Mengaji kitab al-Hikam serasa mengobati kehausan hati, yah biar tak kekeringan di musim penghujan. Dibuka dengan al-fatihah, menuju ke bab...
Bahasan pertama, kita bisa melihat sesuatu karena diperlihatkan oleh Allah subahaanahu wa Ta'ala. Manusia tak lepas dari pengawasan Allah. Salah satu nikmat yang Allah anugrahkan kepada manusia, yakni nikmat melihat. Dalam urusan melihat pun manusia tak terlepas oleh kuasa Tuhan, jika Tuhan tak izinkan kita melihat. Mana mungkin kita bisa melihat. Nikmat mana yang hendak Kau dustakan?
Bahasan selanjutnya, sebutan "makhluk" bermakna sesuatu yang diciptakan sang Khalik. Di mana yang dikatakan makhluk itu berawal dari tidak ada menjadi ada, adanya makhluk karena diadakan atau diciptakan oleh Allah (sang Khalik). Tidak bisa dipungkiri bahwasannya antara yang menciptakan dan yang diciptakan pastilah tidak sama. Tidak ada yang patut disembah, kecuali Allah subhaanahu wata'ala. Masihkah kita ragu dengan-Nya?
Segala sesuatu adalah milik Allah subhaanahu wa Ta'ala. Semua tak terlepas dari takdir Allah. Bagaimana kita bisa yakin dengan takdir Allah? Itu tidak mudah tatkala kita belum ikhlas dan ridha atas ketentuan-Nya, hal tersebut bagian dari konsekuensi keimanan. Semua yang melekat pada makhluk adalah titipan Allah. Maka tatkala Allah mengambil titipan sewaktu-waktu adalah hak prerogatif Allah, itulah cobaannya kesabarannya. Tak patut rasanya sombong karena itu semua bukan milik kita sepenuhnya. Astaghfirullah..
Tatkala semua telah ditakdirkan oleh Allah subhaanahu wa Ta'ala atas semua ketentuan yang kita anggap baik atau hal yang buruk. Lantas kita tak patut berpikir bahwasannya hanya yang kita anggap baik yang berasal dari Allah, sedang hal buruk berasal dari yang lainnya. Hal ini akan menyebabkan kita jatuh pada syirik khafiy, ada pencipta suatu hal tandingan Tuhan (Allah subhaanahu wa Ta'ala ). Terlepas dari itu semua sepatutnya kita berbaik sangka kepada Allah, seraya mendekatkan diri agar cenderung dalam hal kebaikan. Bukan logika manusia yang menjadi acuan, namun bagaimana perspektif Allah dalam al-Qur'an dan sunah Rasulullah.
Kita ada karena Allah, sudah sepatutnya mengikuti ketentuan Allah dan sunnah Rasulullah. Dan senantiasa menghadirkan Allah dalam hati kita, sehingga bashirah (mata hati) kita bercahaya mampu membedakan yag haq dan batil. Semoga Allah senantiasa menunjuki jalan lurus dan penuh rahmat. Semua karena Allah, Allah tujuan kita. Allahu ghoyatunaa...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar