Sabtu, 19 April 2014

Panggil Aku Kartini Saja

Panggil Aku Kartini Saja,
begitulah Pramoedya Ananta Toer menuliskan biografi Ni dalam buku karangannya dengan gaya bahasa khas mas Pram. Ada banyak hal yang bisa kita petik hasanah ilmunya.

"Panggil aku Kartini saja-itulah namaku"
salah satu petikan surat (25 Mei 1899) yang dikirim oleh Kartini kepada Estelle Zeehandelaar, teman sejawatnya semasa sekolah sebelum memasuki masa pingitan. Sebagai salah satu manifestasi bentuk penolakannya atas feodalisme pribumi. Maka tak heran beliau menuliskan pesan seperti itu, sekaligus menjadi catatan dan peringatan buat kita semua arti sebuah status dan dominasi orang terhadap orang lainnya.

Kartini dilahirkan  21 April 1879 di Jepara oleh M.A Ngasirah dengan ayahnya bernama R.M.A.A. Sosroningrat, adik dari kakak terrcintanya Drs. R.M. Sosrokartono. Beliau menikah dengan R.A. Djojoadhinigrat (1903–1904) dan melahirkan Soesalit Singgih. Tak lama setelah melahirkan Kartini meninggal pada 17 September 1904 di Rembang, Jawa Tengah. Dilahirkan dalam keluarga bangsawan dan berpendidikan tidak lantas membuat Kartini lupa diri terhadap tugas mulia manusia.

Jauh dari kesan feodal yang ingin Kartini tanggalkan karena melihat penderitaan masyarakat saat itu dan hasil bumi Indonesia yang dengan mudahnya diterbangkan ke Belanda. Tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat Indonesia dan semakin diperparah dengan kondisi adat yang tidak mudah memperkenankan para wanita untuk mencicipi ilmu, notabene wanita bangsawan pribumi hanya diperkenankan sampai sekolah rendah. Apalagi masyarakat yang dianggap kelas bawahan, bisa jadi saat itu tidak diperkenankan. Karena bagi penjajah kesadaran pengetahuan masyarakat dapat mengganggu kestabilan pemeritahan kolonial.

Kartini menggugat, menolak feodalisme pribumi. Meski harus berhadapan dengan keluarga terdekat sendiri, apalagi dengan ayahnya tercinta. Ada guratan kebanggan Kartini terhadap garis keturunannya, bukan karena faktor kebangsawanannya. Konon, kakeknya P.A. Tjondronegoro pun dan garis keturunanya juga masyhur dalam menulis nota ilmiah. Yah, yang namanya gugatan tetap gugatan selama memang perlu digugat karena tak sesuai dengan norma sosial di mana telah terjadi pengambilan paksa hak orang lain.

Bukan semata menuntut persamaan gender, tapi bagaimana mengembalikan hak rakyat yang menahun dirampas dan mungkin lupa cara kembali. Jika tak ada yang Maha Bijak, Allah Tuhan semesta alam. 

Banyak cara yang ditempuh oleh Kartini, yang paling aktif antara lain adalah kegiatan menulis. Dengan kemampuan berbahasa Belanda Kartini yang dinilai cukup bagus, bekal ilmu yang dimiliki dari sekolah sebelum memasuki masa pingitan bagi gadis jawa feodal pribumi yang serasa seperti penjara. Namun takdir berkata lain meski berada di antara jepitan tembok kabupaten, Kartini tetap rajin belajar dan membaca. Ditambah ada tempat berdiskusi dengan ayah tercinta dan kakaknya yang tiada dua. Setidaknya ada tempat berbagi dan bertukar informasi. Ditambah lagi interaksi dengan kolega dan teman sejawatnya baik yang berada di Hindia-Belanda. Tak tertinggal kiriman surat ke sahabatnya E. Zeehandelaar, guru bantu Annie Glasier, keluarga Abendanon, dan seterusnya. Tulisannya pun banyak dikirim ke media di masa itu baik yang bertema pendidikan, wanita, maupun lainnya.

Kartini juga terinspirasi oleh tulisan Multatuli, " Tugas manusia adalah menjadi manusia"
Beliau pun berdasarkan sejarah dikategorikan memiliki sifat humanis. Yang didorong oleh sikap kepeduliannya pada rakyatnya dan berusaha membela hak-hak rakyatnya sesuai kemampuannya.

Tentang kondisi ruh, kepercayaan dan agamanya biarlah menjadi urusannya dengan Allah. Meski dalam suratnya beliau pernah mengatakan bahwasannya keislaman karena keturunan, seolah dia merasa hampa tanpa mengenal Tuhannya. Namun tetap saja dalamnya hati dan pikiran manusia siapa yang tahu kecuali yang membuat hati dan pikiran.

Sejarah tetap sejarah, tak mungkin ditarik ulur mundur. Yang terjadi ya terjadilah, itulah ketetapan Tuhan. Kartini telah lahir dan telah lebih dahulu meninggalkan bumi. Banyak karya yang telah digeluti melukis, musik, sastra, membatik, menghimpun dongeng dan nyanyian, terakhir pembukuan babad tanah jawa yang belum rampung dikarenakan kepergiannya yang cukup mendadak. Tak ayal membuat Kartini masyhur di seantero negeri maupun di kancah internasional. Biarlah yang mencoba berkonspirasi mengambil keuntungan dengan keberadaanya sampai capek melakukannya. Mungkin setelah itu diam. Terlepas dari penerbitan buku "Habis gelap terbitlah terang" beserta banyak versinya.

Kini saatnya adalah meniru semangat mencari ilmu dan lebih bermanfaat untuk sesamanya, menjadi semangat tersendiri di tengah segala keterbatasan dan kemampuan. Motivasi berani menjadi lebih baik dari masa ke masa dan pantang menyerah ini yang patut kita renungkan dan kita dalami. Semoga bermanfaat aamiin.

nb:
biografi Kartini karya mas Pram (buku'e rodho abot tur butuh mikir mocone, tapi asyik kok)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar