Hamid mulai
bercerita saat ia masih kecil berusia empat tahun ayahnya telah wafat. Menjadi
yatim dalam kondisi melarat tinggal di gubug. Sepeninggal ayahnya, ibu
memutuskan untuk menjadi orang tua tunggal. Ayah ibunya pindah ke kota Padang
setelah perniagaannya jatuh dan tak bersanak famili. Dikisahkan ibunya kebaikan
ayah semasa beliau hidup dan cita-cita agar anaknya kelak menjadi seorang
terpelajar. Hamid kecil hendak membantu ekonomisang ibu dengan menjajakan
kue-kue dari lorong ke lorong. Terkadang ibunya menyuruh untuk bermain, tetapi
hati Hamid tiada dapat gembira. Karena menurut Hamid kegembiraan bukanlah
saduran dari luar, tetapi terbawa oleh sebab-sebab yang boleh mendatangkan
gembira itu.
Setelah
memasuki usia enam tahun, kemudian dilaluinya setahun kemudian dengan sabar.
Hamid akhirnya dapat bersekolah dengan bantuan haji Ja’far dan mak Asiah.
Didaftarkan Hamid beserta anak perempuanya yang bernama Zainab ke sekolah. Mak
Asiah menjadi sahabat ibu, Zainab seperti menjadi adik kandung sendiri.
Belajar, bermain, bepergian bersama-sama. Dari bangku sekolah rendah (HIS= Hollands Inlandsche School) sampai
menduduki MULO(Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs). Setelah tamat terpisahlah,anak perempuan terbatas hingga MULO .
Hamid melanjutkan belajar ke Padang Panjang, setelah lulus bergelar diploma.
Saat musim pakansi tiba, Hamid hendak berkunjung ke rumah Engku Ja’far dan
ingin bercerita banyak hal kepada Zainab. Namun ia rasakan ada perasaan yang
ganjil, sehingga tak mampu bercerita.
Beberapa lama
kemudian, tidak disangka-sangka Haji Ja’far yang dermawan itu meninggal. Belum
lama kemudian ibu Hamid sakit dengan penyakit dada yang semakin melemahkannya.
Disaat detik-detik sebelum kepergiannya, beliau memberi nasihat agar lebih
bijak dalam hal mengolah rasa. Tuhan yang telah menanamkan rasa dan Dia pula
yang berkuasa mencabutnya. Kerap kali angan-angan atau suatu khayal
mempengaruhi anak muda-muda, terkdang dapat hilang pergantian siang atau
pertukaran malam. Semoga Allah memberi anugerah dan perlindungan. Tak lama
kemudian sang ibu meninggal, tinggalah Hamid sebatang kara.
Semenjak
kepergian Haji Ja’far dan ibunya, Hamid tak berkunjung ke rumah mak Asiah. Saat
bertemu mak, Hamid diminta untuk datang ke rumah. Datanglah Hamid disambut
Zainab dengan wajah memerah mempersilahkan, kemudian mak Asiah bertemu dan
meminta tolong untuk membujuk Zainab agar mau dipertalikan dengan kemenakannya.
Zainab pun belum berkenan.
Hamid
melakukan perjalan jauh dari kota Padang, ke Medan, menuju Singapura,
mengembara ke Bangkok, berlayar terus ke Hindustan, dari Karachi menuju Basrah,
menuju ke Irak, melalui Sahara Nejd dan akhirnya sampailah ke tanah Suci yang
senantiasa diimpikan oleh setiap muslim. Setelah setahun tiba masa haji dan
bertemu Saleh yang beristrikan Rosna sahabat karib Zaenab. Kegundahannya
bermula saat diceritakan perihal Zainab yang diam-diam menaruh rasa kagum akan
budi pekerti yang tinggi kepada Hamid. Zainab merasa kehilangan setelah
kepergiannya. Hamid pun berseri-seri, merasai ada harganya buat hidup sebab ada
orang yang mengharapkannya.
Delapan
Zulhijjah persiapan wukuf di Arafah, Hamid merasakan badannya sakit-sakit dan
semakin lemah. Tak lama kemudian datanglah kabar Zainab wafat. Disusul
meninggalnya Hamid dan dikuburkan di pekuburan Ma’ala.
Allah Maha Adil. Jika sempit di dunia ini
bagimu berdua, maka alam akhirat adalah lebih luas dan lapang. Di sanalah kelak
makluk menerima balasan dari kejujuran dan kesabarannya. Di sanalah penghidupan
yang sebenarnya, bukan mimpi dan bukan tonil. Kami pun dalam menunggu titah
pula, sebab ada masanya datang dan ada pula masanya pergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar