Senin, 02 September 2013

Migas Siapa Yang Punya

Akhir-akhir tahun 2013 ini di sekitar bulan Agustus negeri kita dihebohkan dengan kasus penangkapan senior intelektual bapak Rudi Rubiandini selaku kepala SKK Migas oleh KPK. Beliau ditengarai dan diduga menerima suap dari Kernel Oil (Johan Budi selaku jubir KPK, 2013). Tiada yang menyangka bahkan sulit dipercaya Mr. R melakukan tindakan tersebut, pasalnya beliau dikenal sebagai praktisi intelektual yang berintegritas. Selepas menyelesaikan strata satu di ITB, beliau melanjutkan belajar ke Jerman. Beliau sempat menjadi pengajar di ITB dan juga menyandang status guru besar di sana (TVOne).
            Namun setelah kasus migas hulu muncul ke permukaan pertama kali, hingga diputuskan oleh MK bahwasannya BP Migas menyalahi konstitusi. Sehingga mengakibatkan BP Migas dihapus. Di antara masa pembubaran BP Migas, maka kevakuman pengelolaan Migas yang diharapkan dapat tepat sasaran sesuai amanah konstitusi tidak terelakkan. Hal ini membuka peluang eksekutif yang dikomandoi presiden SBY untuk membentuk SKK Migas sebagai pengganti BP Migas. SBY menunjuk Mr. R sebagai kepala SKK Migas. Akad pembentukan SKK Migas sendiri dilansir bersifat sementara, sehingga kepastian bentuk dan fungsinya pun masih absurd. Hampir bisa dikatakan tidak jauh beda dengan BP Migas. Sampai muncul ke permukaan lagi huru-hara terkait Migas ini.
            Sangat disayangkan beberapa kasus korupsi yang menimpa Indonesia, salah satunya terkait sektor Migas ini. Lansiran beberapa LSM dan juga pakar Perminyakan, Kurtubi mengenai kerugian negara sangat besar. Bertrilyun-trilyun uang negara melayang ke pihak asing. Semua orang menyadari bahwa negeri Indonesia ini sangat kaya akan sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun yang tak dapat diperbaharui seperti pertambangan batu bara, emas, dan perminyakan serta gas. Namun fatalnya pihak asing tidak henti-hentinya mengekplorasi dan mengeksploitasi kekayaan Indonesia, baik melalui badan usaha asing maupun melalui para tradernya. Jelas itu menyalahi amanah konstitusi dalam Undang-Undang 1945 yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk hajat rakyat Indonesia, bukan pihak asing.
            Dijelaskan dalam amanah konstitusi negara kita terkait harta kekayaan negara yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dan juga “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” dalam pasal 33 ayat 2. Maka sudah sepatutnya pengelolaan sumber daya alam di tanah bumi pertiwi dioptimalkan oleh penduduk pribumi dengan sebaik-baiknya dan arif bijaksana untuk kemakmuran rakyat. Jika melanggar aturan tersebut jelas telah mengkhianati amanah rakyat dan negara.
            Oh, negara ini sudah terlalu banyak masalah. Semacam ibarat orang yang dirundung masalah bergantian seperti tak ada ujungnya. Belum masalah tentang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, sosial, ekonomi, belum masalah ini, masalah itu. Betapa pusingnya jika reformasi birokrasi, kualitas sumber daya manusia hanya isapan jempol semata. Mau jadi apa negara ini?!! Namun tak perlu terlalu menyesali keadaan negara kita. Hendaknya kita pandai bersyukur, tanda syukur dapat memanfaatkan karunia Tuhan dengan baik dan arif bijaksana. Seandainya kita semua mau sadar potensi Indonesia dan mau memperbaiki negeri ini, maka tak patut korupsi dan mengambil apa yang bukan haknya. Kembali berbicara tentang migas, ini merupakan salah satu aset negara yang sangat potensial untuk mengangkat harkat kemanusiaan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya segilintir rakyat pemodal yang hanya memperkaya diri sendiri, apalagi pemodal asing yang tak jelas akar rimbanya. Meminjam istilah Kurtubi bahwasannya Migas dan seluruh yang terkandung dalam perut bumi di wilayah negara Indonesia adalah hak rakyat, maka pihak asing tak berhak mengambil secara diam-diam atau terang-terangan tanpa seizin negara dan rakyat Indonesia. Pihak asing tidak berhak mengagunkan harta kekayaan negara. Kurtubi mengibaratkan apa yang terjadi dengan SKK Migas dan trader sekelas “Kernel Oil” atau dengan trader lainnya, ibarat kita yang mempunyai sawah, lalu kita yang merawatnya, kita yang menanaminya, dan seterusnya namun kemudian diagunkan oleh orang lain. Kurtubi menegaskan betapa bodohnya kita, dimanfaatkan orang yang tidak bertanggungjawab. Tanpa berusaha mengurangi hak warga asing atas kekayaan di perut bumi, pihak asing diperbolehkan invest di Indonesia namun memang yang benar-benar bermodal bukan abal. Negara kita bisa berbagi setelah hasil bumi dikeluarkan dari perut bumi Indonesia, itupun jika rakyat mengizinkan. Jadi semua ada aturan mainnya jelas Kurtubi.
            Para pakar bersepakat dan berharap dengan terkuaknya masalah migas yang bisa dikatakan masih level bawah berhasil membawa dan menyelesaikan masalah Migas yang sebenarnya, tidak hanya jalan di tempat ini saja. Jika perlu pihak-pihak yang terkait dapat diselesaikan dengan tuntas, termasuk pemain migas “Mafia Migas” yang sangat merugikan negara. Ada tantangan dari para pakar intelektual, jika perlu dan berani untuk mengusut kasus petral. Kurtubi menilai SKK Migas juga menyalahi tugas kerja tak ubahnya BP migas. Maka disarankan untuk membubarkan SKK Migas, pengelolaan Migas dapat dilimpahkan ke Pertamina dengan syarat perbaikan sistem, SDM, bentuk Pertamina. Pertamina berbadan hukum, tidak hanya seperti sekarang yang hanya dalam bentuk akta notaris yang kapan saja bisa dijual oleh pihak yang berkuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar